Do It Yourself ( melakukan etikanya
sendiri ) ialah yang mengacu pada etika yang mandiri dengan
menyelesaikan tugas-tugas diri sendiri sebagai lawan untuk memiliki orang lain
yang lebih berpengalaman atau mampu menyelesaikan tugas orang lain untuk diri
sendiri. Ini mempromosikan gagasan bahwa orang biasa bisa belajar untuk
melakukan lebih dari yang dia pikirkan itu mungkin terjadi. Tentu. Tanpa
ini, DIY bukan merupakan dogma yang efektif.Istilah ini dapat merujuk pada
"melakukan" apa pun, termasuk perbaikan
rumah dan perbaikan, pertolongan
pertama , dan upaya kreatifitas diri.
Pusat untuk etika adalah pemberdayaan individu dan
masyarakat terutama dalam Punk itu sendiri, mendorong kerja pendekatan
alternatif ketika menghadapi hambatan birokrasi masyarakat untuk mencapai
tujuan mereka. seseorang Punk yang berorientasi DIY akan mencari pengetahuan
untuk dia / dirinya sendiri.
Dalam subkultur
punk , etika DIY sangat terkait dengan ideologi
punk dan anticonsumerism, sebagai penolakan terhadap kebutuhan
untuk membeli barang atau menggunakan sistem atau proses yang ada. Diperdebatkan
sejak tahun 1970; [ 1 ] band
punk muncul mulai merekam musik sendiri, memproduksi album dan barang dagangan,
mendistribusikan karya sendiri dan ini sering dilakukan Punk menunjukkan
ruang bawah tanah untuk menghindari sponsor perusahaan atau untuk mengamankan
kebebasan dalam kinerjanya sendiri.
Penganut etika DIY Punk juga dapat bekerja secara kolektif. contohnya,
punk impresario David Ferguson 's dalam CD Menyajikan, konser
produksi , studio rekaman , dan label
rekaman jaringan DIY nya sendiri. [ 3 ]
Etika punk DIY juga berlaku untuk kehidupan
sehari-hari yang sederhana , seperti belajar reparasi sepeda, dari
pada membeli sepeda ke toko montir, lalu menjahit, memperbaiki,atau
memodifikasi pakaian daripada membeli baju yang baru, dan reklamasi produk
didaur ulang oleh dumpster diving yang telah berperan sebagian
pendidik juga terlibat dalam teknik pengajaran DIY, kadang-kadang disebut
sebagai Edupunk .
Perkembangan ini merupakan penyerbukan silang-signifikan
dari kesenangan dan politik menyerupai anti-dikemapanan atau anti-sistem
politik tahun 1960-an. Selama tahun 1990-an, menunjukkan keinginan untuk
saling membantu ekonomi dan kerjasama, komitmen untuk komodifikasi non-seni,
perampasan teknologi digital dan komunikasi untuk tujuan masyarakat bebas, dan
komitmen untuk teknologi alternatif seperti biodiesel .
Dari 1991-1997 yang Konservatif pemerintah menindak jongkok , hak hewan aktivis, hijau , pelancong ,
serta budaya rave , pesta dan tari budaya.
Pendeknya, filosofi DO IT YOURSELF adalah manifestasi
dari kepercayaan sendiria pada seni sebagaimana adanya. percaya kalau yang
namanya seni adalah bahasa universal yang bisa dimengerti semua orang. Seni
bukanlah barang dagangan melainkan seni adalah sebuah bahasa pemersatu antar
bangsa. Dengan filosofi inilah mereka mempertahankan eksistensinya sebagai
sub-budaya yang idientik dengan Do It Yourself (DIY).
Punk Pecinta Lingkungan |
Mulailah dari diri sendiri! Dan mulailah dengan apa yang mungkin
bisa dilakukan untuk sebuah perubahan dengan nilai etika dalam harapan, tidak
perlu memikirkan orang lain yang sudah belum tentu memikirkan perubahan atau
kemajuan bersama. Jangan mengira Ini sebuah tindakan frustasi, karna ini
hanyalah satu tindakan penyemangat diri untuk memulainya dari diri sendiri, dari
pada hanya berdiam diri ketika kita mengetahuinya, lebih baik kita bertindak walau
pun dengan kemungkinan yang sekecil-kecilnya.
Inilah sudah merupakan inti dari filosofi “DO IT YOURSELF”
dalam keseluruhan ideologi Punk. Melalui manifesto ini, kita harus yakin
dan percaya bahwa tidak ada kemajuan sosial tanpa kemajuan individu. Kemajuan
sosial, dapat kita anggap atau kita jadikan sebuah pemahaman sebagai
kolektivitas dari kemajuan individu-individu.
Itulah sebabnya, anak punk selalu melakukan segala
sesuatu dengan sendiri. Begitu juga dalam hal bermusik sebagai bentuk perlawan dijalur
seni kepada Otoritar bangsa serta sistem-sistem bangsat kapitalisme didalamnya.
Punk tidak meminta perusahaan rekaman untuk merekam dan memasarkan hasil karya
mereka, tetapi dilakukan sendiri, dibiayai sendiri, dipasarkan sendiri dengan
cara sendiri. Sebut saja sebagai indie label.
Istilah “indie” lahir dari kata “independent”
alias BERDIKARI (Berdiri Di Kaki Sendiri).
Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa pada abad-abad
menjelang abad ke-20, orang semakin kosumtif dan matrelialistis. Mereka membuat
ukuran-ukuran untuk senilai materi atas semua hal. Akibatnya, musik sebagai
ekspresi jiwa sudah lama ditinggalkan orang khususnya band-band serta
artis-artis masa kini, yang kebanyakn mulanya dari berlakon di sinetro FTV,
Film layar lebar hingga berduyun-duyun kearah dunia tarik suara untuk matri itu
tersebut.
Music for soul
menjadi Music for sale! Musik bukan lagi
cermin keresahan dan suasana hati serta pemuas kebutuhan estetika manusia, tapi
dipahami sebagai sesuatu yang melambangkan kelas sosial, musik dan dunia
hiburan lainnya tidak lebih dari komoditas paling laku kayak kacang goreng yang
ujung-ujungnya cuma memperhatikan angka pasar. Tidak jauh berbeda dari sekedar
mengamen!..
Terlebih pada ujung abad ke-20 ketika revolusi yang
diciptakan oleh konsumerisme muncul yang ditandai dengan bermunculannya Mal,Sshopping centre, TV Shopping, Teleshopping
yang kini semakin banyak hingga mampu mengubah konsep-konsep tentang pasar,
ruang, waktu, individu, komunitas, dan transaksi sosial. Pasar konvensional dengan
sekejap disulap dalam bentuk baru seperti supermarket atau hypermarket.
Sebagai sebuah pasar, Mal atau hypermarket tidak hanya berfungsi sebagai arena transaksi
jual beli, tetapi juga sebagai tempat ajang tampil gaya, gaul-gaulan, mencari
nilai-nilai hidup yang belum tentu cocok dengan individu orang itu sendiri, serta
membangun citra diri, mencari ketenangan/ketenaran antara individu dan tempat
upacara ritual—fashion show, opening ceremony, launching
ceremony, bahkan religiuos ceremony
(upacara ritual keagamaan).
Mal, sebagai salah satu bentuk hypermarket dengan begitu
menjadi semacam agen yang mempertemukan segala macam dalam satu tempat.
Semuanya terkonsentrasi pada satu tempat. Terlihat memang sangat menyenangkan,
lebih memudahkan dan memanjakan. Tapi, memanjakan siapa? nyatanya, disana tidak
semua orang yang bisa berbelanja di tempat seperti itu, ‘iya kan?
Mal seperti yang saya katakan tadi tidak cuma dijadikan
sebagai tempat transaksi perdagangan, tapi ia juga sebagai tempat memerankan diri
sebagai Mirror Image (gambaran diri)
seorang masyarakat. Contohnya, kamu bakal dianggap sebagai orang yang kuper
(kurang pergaulan) kalau samansekali tidak pernah menginjakan kaki kamu di Mal,
dan dengan lapang dada Kamu akan divonis orang yang tidak gaul dan bakalan
dianggap aneh.
Semua ini diperparah dengan adanya agen informasi semacam
media televisi,majalah dll. Dalam wacana abad ke-21, televisi jadi semacam
kotak jiwa, begitu menurut Bang Yasraf, yang melaluinya, manusia abad ke-21
mengisi kehampaan spiritualnya dengan jutaan citra semu, rayuan palsu dalam
bentuk iklan.
Televisi jadi semacam ruang fantasmagoria,
sebuah ruang dimana citraan muncul dan menghilang dalam kecepatan tinggi yang
merayu/hipnotis manusia dalam sekejap dapat memasuki jaringan ekstasi dan yang
lebih parahnya tidak sedikityang dapat mencapai puncak kegilaan serta histeria
gaya hidup yang diciptakan dan yang disajikannya.
Setiap waktu, semua orang disuguhkan iklan. Di manapun
kamu duduk, kamu bakal melihat iklan yang dikaitkan sama identitas kamu sebagai
apapun. Orang jual sepatu dikaitkan sama pentingnya pendidikan; orang jual
minuman ringan, dikaitkan sama pergaulan remaja modern; orang jual alat
komunikasi dikaitkan sama kebutuhan (gaya) hidup yang katanya semakin meningkat.
Semua ini hampir-hampir membunuh gerakan punk yang memang
bergerak secara perlahan sebagai ideologi yang “pede” atas kemampuan mereka apa
adanya. Nggak perlu direkayasa kayak iklan-iklan dan aktivitas komersial
lainnya.
Sedangkan Punk, hanya sekedar mengekspresikan jiwa atas
kesuntukan dari itu semua, lewat musik yang sangat relatif apa adanya, tanpa
dibuat-buat atau diada-adakan. Mereka sama sekali tidak suka dengan yang
namanya imitasi atau kepalsuan sperti sebuah janji-janji yang hampir setiap
saat diucapkan oleh para aktor Politisi beserta crue-cruenya, mau itu di dalam
media TV,Koran,Majalah, Radio sampai pada kampanye politik.
Dan Inilah yang kemudian menjadi faktor mereka untuk
tidak simpati dalam yang namanya bersifat komersialitas dan konsumerisme yang secara
tidak langsung telah membuat jarak antara kenyataan dan khayalan.
Mereka tidak mau terlalampau seperti bermuluk-mulukan.
Semua sikap itu terakumulasi dalam sikap “tidak percaya” dengan konsumerisme
dan komersialitas yang justru semakin berlawanan diikuti orang dalam waktu yang
sangat cepat. Dan inilah salah satu faktor lahirnya budaya Punk sebagai bagian
dari gerakan kemanusiaan yang anti kemapanan. Dengan mengekspresikan semua
kekecewaan dengan musik yang diciptakan
sendiri, rekam sendiri dan sebarkan sendiri.
Punk Manifesto
Masuk kedalam istilah manifesto, Greg Graffin, vokalis
band Punk Bad Religion menulis beberapa
poin yang disebutnya sebagai punk manifesto. Dalam manifesto ini, bisa dikenali
seseorang yang benar-benar punker atau cuma menjiplak doang. Menurut Encarta Dictionary Tools 2006
istilah “manifesto” itu semacam deklarasi
prinsip yang ditulis untuk kepentingan publik yang biasanya digunakan untuk
pencapaian tujuan gerakan tertentu. Jadi, manifesto punk
adalah deklarasi tentang prinsip-prinsip dari gerakan punk, kapan pun dan di
mana pun..!!!
Pada poin pertama manifesto-nya, punk mendeklarasikan
bahwa gerakan punk adalah sebuah ekspresi jiwa. Yang namanya ekspresi adalah
sesuatu yang bisa dilihat dan dirasakan orang. Misalnya, kamu meringis kalau
kesakitan, atau, kamu tertawa kalo ada sesuatu yang lucu, atau juga muka kamu
jadi merah kalo merasa malu, dan masih banyak contoh lain dari ekspresi itu,
dan itu baru ekspresi wajah belum termasuk yang lainnya.
Ini bisa kita jadikan Sek catatan dalam pikiran
kita pada kata-kata poin pertama dari manifesto punk ini,“Punk adalah ekspresi keunikan yang lahir dari
pengalaman berdasarkan sifat alamia manusia tanpa ada faktor bautan,
mengada-ada (sifat imitasi) dalam hubungannya dengan kemampuan kemanusiaan kita
sendiri untuk mengemukakan pendapat, alasan dan mempertanyakan sesuatu.”
Unik dan Ekspresif
di atas memperjelas pentingnya diri sendiri sebagai diri
sendiri pula, bukan sebagai orang lain! Selain itu, manifesto juga bisa berarti
mengekspresikan apa yang kita bisa serta yang kita mampu, yang bisa menjadikan
keunikan diri sendiri. “Unik” itu bukan berarti sama dengan istilah “aneh”.
Unik adalah kenyataan kalau di dalam diri sendiri mempunyai ciri khas. Kata
“Khas” ini sendiri berasal dari bahasa Arab (khâsh) yang
artinya khusus, yakni sesuatu yang spesifik, pokoknya bisa dibilang spesial
gitu deh! Yang berarti bisa jadi
keunikan diri sendiri cuma ada satu-satunya di kolong langit ini.
Intinya, keunikan itu harus diekspresikan dalam bentuk apa pun yang tidak mengundang kontroversi menggangu ketenangan orang lain, lagi pula aneh ajah misalkan kita bergaya tiba-tiba ada yang merasa terganggu hehehehehe. Ekspresi adalah gambaran yang bisa dipahami orang meskipun kadang-kadang tanpa kata-kata. Ekspresi menjadi semacam bahasa umum yang bisa dipahami semua orang di seluruh dunia (universal).
Kalo tidak percaya, anda bisa tanya langsung sama sutradara.
Seandainya Tora Sudiro tidak bisa berekspresi dengan logat Batak, soalnya Mas
Tora ‘kan orang Jawa,..!!! pastilah dia
tidak ikut diajak main film “Nagabonar Jadi Dua”,
deh! Dan untuk Aktor dan aktris ia percaya
prinsip ini. Berekspresi dengan berperan jadi diri orang lain ‘kan tidak
gampang.
Nah, ekspresi ini adalah tugas anggota tubuh buat
menyampaikan perasaan atau pendapat dalam hati maupun jiwa, contohnya lagi
kalau kita pergi ke toko untuk membeli sesuatu, ketika ditanya mau beli apa,
terus kita malah diam bahkan angota tubuh yang lain pun tidak mengekspresikan
apapun sesuai dengan barang yang ingin kita beli, tidak lama lagi kita pasti
bakalan melihat ekspresi si penjual yang lagi kesal sama tingkah laku kita yang
hanya diam saja...hehehehehehe..!!!
Di dalam Punk sangat mempercayai kalau ekspresi itu
sarana paling penting buat memperlihatkan suasana hatinya. Selain itu, mereka
juga percaya bahwa semua orang pastilah punya keunikan tersendiri, atau
kelebihan, mau itu dengan percaya diri ditampilkan oleh orang itu ataupun
tidak. Tapi, kelebihan ini tidaklah muncul begitu saja kalau tidak adanya
ekspresi itu sendiri.
Misalkan kita punya hobi nyanyi, dan Semua orang disekitar
kita juga setuju kalau kita memang pintar nyanyi. Tapi, kalau setiap “konser”
yang kita gelar cuma di kamar mandi, sampai kiamatpun, keunikan kamu itu tidak
ada yang tahu dan kamu hanyalah tetap menjadi orang yang biasa-biasa saja.
Artinya, kita mempunyai peran penting dalam
menciptakan masa depan kita sendiri.
Istilah “unik” dengan begitu, hampir identik dengan
“beda.” Tapi, bukan cuma memperlihatkan kalau kita beda dari yang lain! Itu aja
tidak cukup! Kita harus terus berpikir. Bukankah mempertanyakan segala sesuatu
membutuhkan proses berpikir? Sedangkan berpikir itu adalah sebuah bukti kalau
kita eksis, bukanya pamer di Mal atau Online Forever di Internet.
yah paling tidak itulah yang pernah diungkapkan oleh René Descartés, salah seorang filosofi tersohor.
yah paling tidak itulah yang pernah diungkapkan oleh René Descartés, salah seorang filosofi tersohor.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0 komentar:
Posting Komentar